Senin, 02 Februari 2015

RIWAYAT SINGKAT DESA SINDANGSARI


RIWAYAT SINGKAT DESA SINDANGSARI
Winangkit Kertining Mukti






(Sumber cerita dari : D.Soemintadiredja)




Kecamatan Luragung
Kabupaten Kuningan












DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I - PENDAHULUAN
BAB II - ASAL-USUL DESA SINDANGSA
BAB III - RIWAYAT SINGKAT MAKAM TUA SEKITAR DESA
BAB IV - SILSILAH KUWU YANG PERNAH MEMERINTAH DESA
BAB V - PENUTUP




KATA PENGANTAR

Latar belakang penyusunan buku ‘’Riwayat Desa Sindangsari ‘’ ini adalah merespon instruksi Bupati Kuningan sehubungan dengan persiapan pelaksanaan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, bahwa setiap desa diharuskan membukukan Riwayat Desa dan memiliki Logo Desa masing-masing.

Sebagai sumber penyusunan buku Riwayat ini digunakan data/cerita dibawah ini:
  1. Administrasi pertanahan zaman penjajahan Belanda yang masih tersimpan di Kantor Kepala Desa.
  2. Kain Tirai Penutup Jenajah ketika dimandikan, inventaris ‘’Perkumpulan Kematian Kampung Cikadu Kulon’’
  3. Makam-makam tua sepanjang pinggir Sungai Cibangka..
  4. Tutur cerita beberapa sepuh Desa.

Saran dan kritik dari para ahli dan mereka yang mengetahui liku-liku desa ini sangat kami nantikan, guna penyempurnaan buku Riwayat Desa ini.



BAB I
PENDAHULUAN

Proses terbentuknya Desa Sindangsari secara singkat kurang lebih sebagai berikut :



  1. Cikal bakal perkampungan merupakan sebuah pedusunan di sekeliling ‘’kubangan cileuncang’’, terdiri dari 8 buah rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga, terletak disebelah utara.
  2. Setelah Kubangan berubah menjadi daratan yang dapat dihuni orang, pedusunan dinamai Dusun Kubangsari’’ dan kemudian dijadikan Pusat Pemerintahan Daerah Kedemangan mencakup daerah Cikadu Kulon, Cipetir, Ilahar, Dukuh picung, dan Wilanagara. ‘’Kubang’’ artinya Danau kecil, sementara ‘’Sari’’ artinya Lumpur bawaan Cileuncang.
  3. Semenjak Kademangan ditiadakan, Pusat Pemerintahan dipindahkan ke Cikadu Kulon, ‘’Cikadu’’ berasal dari Cikaldu artinya air lumpur sungai.
  4. Selanjutnya Kampung Cikadu Kulon digabung ke Wilanagara.
  5. Akhirnya kampung Cikadu Kulon memisahkan diri dan namanya diganti menjadi desa ‘’Sindangsari’’

Menurut seorang tokoh terkemuka yakni Bapak Sualpi Suminta Atmaja almarhum, nama Sindangsari diambil dari duakata yaitu ‘’Sindang’’ yang berarti istirahat ‘’Sari’’ artinya rasa senang. Maksudnya yaitu ‘’Pemukiman yang Menyenangkan’’.





BAB II
ASAL-USUL DESA SINDANGSARI
(Sumber cerita dari : D.Soemintadiredja)

A. RIWAYAT PERKAMPUNGAN
Dahulu kala disebelah Barat Laut Sindangsari terdapat sebuah Kubangan penuh dengan ‘’cileuncang’’. Warna air kubangan tersebut merah-merah bata, karena air hujan yang menggenang di kubangan membawa lumpur tanah merah. Alkisah disekeliling kubangan membawa terdapat 8 buah rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga. Ditempat inilah yang boleh dianggap sebagai cikal bakal pedusunan. Lama kelamaan kubanangan mengering karena dipenuhi lumpur yang mengendap sedikit demi sedikit, dan berubah menjadi daratan. Setelah daratan dihuni oleh manusia, terbentuklah pedusunan yang kemudian hari dinamakan ‘’Kubangsari’’ oleh Buyut Jakerti.
Sementara itu sungai Cibangka yang semula mengalir ke arah Utara , Berubah ke arah sebelah Timur, mungkin karena daerah Kubangan posisinya jadi lebih tinggi. Ketika aliran sungai terbelok, aliran air tertahan mengakibatkan Lumpur yang dibawa air sungai banyak mengendap disebelah selatan kubangsari, yang secara Evolusi membentuk daratan yang dihuni oleh manusia sehingga terjadilah perkampungan yang dinamakan ‘’Cikadu Kulon’’ oleh Demang Jakerti.

B. RIWAYAT PEMERINTAHAN
Buyut Jakerti diangkat Demang oleh Pengeran Cirebon Girang yakni Pengeran WALANG SUNGSANG alias CAKRA BUANA untuk memerintah wilayah Cikadu Kulon, Cipetir, Ilahar, Dukuh Picung dan Wilanagara. Kubangsari dijadikan tempat Domisili beliau dan sebagai Pusat Pemerintahan.


  • Kademangan Kubangsari berlangsung lebih kurang 80 tahun, dalam 2 periode pemerintahan, yakni masa pemerintahan DEMANG JAKERTI (lk 40th) dan masa pemerintahan DEMANG KERTI JAYA (adik Demang Jakerti, lk 40th).
  • Setelah Kedemangan Kubangsari ditiadakan maka Pusat Pemerintahan dipindahkan ke Kampung Cikadu Kulon oleh Kuwu MASDIAN, beliau diperintah oleh Pengeran Cirebon Girang untuk meng-islamkan penduduk Kubangsari. Sejak itu Kubangsari berstatus Dusun Centilan dari Cikadu kulon.
  • Pemerintah Kampung Cikadu Kulon berlangsung selama lebih kurang 150 tahun dalam 4 periode, yakni KUWU MASDIAN, KUWU KASDIAN, KUWU SAJONG, terakhir KUWU SAJIMUN.
  • Selanjutnya Cikadu kulon (sekarang sindangsari) digabung menjadi centilan Wilanagara yang berlangsung selama 21 tahun dalam 3 periode, yakni KUWU SULADIMERTA alias KUWU SAPIAN, KUWU SASMITA ATMAJA, KUWU RAKSA DIMERTA, dan terakhir KUWU HANAP.
  • Akhirnya semenjak Tahun 1945 Cikadu Kulon memisahkan diri dari Wilanagara dan nama Cikadu Kulon diganti menjadi ‘’SINDANGSARI’’ sedangkan Kubangsari cukup disebut ‘’DUSUN KUBANG’’.
  • Kuwu yang menjadi Kepala Desa Pertama adalah Kuwu DJAIS SOEMINTADIRJA, kemudian berturut-turut diganti oleh kuwu MOH.SOHRAJI, kuwu DARUM Al DJANA, kueu UJER SUHARTONO, dan terakhir dihitung mulai tahun 2000 adalah TARJU Al MUHTAR.






BAB III
RIWAYAT SINGKAT MAKAM-MAKAM TUA DI SEKITAR KAWASAN DESA SINDANGSARI
( Sumber cerita : D.Soemintadredja )


A. Kisah Makam-Makam : Sudimampir, Cenggeh, Jatilima, Pasi Ipis, dan Sawah Mulud.

Di pinggir sungai sepanjang hulu sungai sampai muara Sungai Cibangka yang mengalir disebelah selatan Desa Sindangsari terdapat Lima buah Makam kuno yang dianggap keramat dan angker oleh Penduduk Desa Sindangsari.
Menurut cerita orang-orang tua yang mengetahui kisah kejadiannya, bahwa makam-makam kuno itu adalah Pekuburan bagian-bagian tubuh Jenazah Kyai Akramudin yang dihianati oleh Demang Lebakwangi dan dibunuh secara keji oleh jagoan-jagoan suruhan Demang Lebakwangi.
Diterangkan dalam kisah itu, bahwa Kyai Akramudin adalah seorang Kyai sakti berasal dari Kerajaan Mataram. Beliau mendapat tugas dari Pengeran Cirebon Girang, yakni Pengeran Walang sungsang alias Cakra Buana untuk mengawasi dan menjaga daerah perbatasan Lebakwangi dan Luragung. Mengingat pada waktu itu penduduk Lebakwangi telah memeluk agama Islam, sedangkan penduduk Luragung masih menganut kepercayaan nenek moyang. Oleh karena itu kyai Akramudin bermukim disuatu tempat di perbatasan Lebakwangi dan Luragung disebuah warung ,sekarang di sebut warung lame.
Kisah tentang Kyai Akramudin Pada waktu itu Kyai Akramudin diminta bantuan oleh Demang Lebakwangi untuk menangkap dan membunuh seekor harimau yang sering mengganas dan menerkam penduduk dipinggir hutan Lebakwangi Tenggara,
Semula Kyai menolak permintaan itu karena dianggapnya menganiaya hewan tidak dibenarkan dalam prinsip agama Islam. Namun karena desakan penduduk yang sudah panik ketakutan, akhirnya Kyai pun pergi mencari sang harimau dipinggir hutan lebakwangi.
Anehnya ketika harimau ganas tersebut didekati oleh Kyai, sang harimau tidak menampakan keganasannya melainkan jinak menurut saja dituntun oleh Kyai sambil mengebas-ngebaskan ekornya. Karena menurut anggapan Kyai, harimau itu tidak ganas maka sang harimau dilepaskan lagi ke dalam hutan oleh kyai akramudin. Penduduk pun panik dan ketakutan dan tidak berani keluar rumah. Segera Ki Demang Lebakwangi pun meminta kembali kepada kyai agar harimau ditangkap kembali.
Kyai menyanggupi permintaan demang lebakwangi, namun kali ini mengajukan syarat kepada Demang Lebakwangi agar daerah Dukuhrudin, Bojong dan Tarikolot diserahkan kepadanya. Semula persyaratan itu di tolak oleh Ki Demang, namun akhirnya disetujui asalkan harimau segera ditangkap dan diserahkan kepadanya.
Setelah harimau tertangkap dengan serentak harimau dibunuh dengan beramai-ramai oleh penduduk Lebakwangi. Ketika Kyai menagih janji, Demang Lebakwangi menghianati dengan cara menyuruh beberapa jagoan untuk mencegat kyai diperjalanan dan membunuhnya.
Namun kyai sulit dibunuh karena kyai “tidak mempan golok’’, bukan tubuh kyai yang luka tetapai golok yang patah-patah dan remuk. Akhirnya karena Kyai merasa bosan disiksa maka beliau meminta agar dirinya dijala dan diseret-seret, barulah kyai menemui ajalnya.
Jenazahnya dipotong-potong menjadi beberapa bagian disebuah hulu sungai, yang kelak dikemudian hari tempat itu dinamai ‘’CACABAN’’ ( dicacagan atau dipotong-potong ). Potongan-potongan jenazah dihanyutkan ke sungai Cibangka ( air bangkai ) yang mengalir melalui daerah kubangan selatan dan berangsur-angsur di ketemukan oleh Penduduk Kubangsari dan dimakamkan dibeberapa tempat sesuai dengan saat deketemukan, yakni :


  1. Kepalanya dimakamkan disebuah bukit yang kemudian disebut ‘’ Lamping Sudimapir ‘’ ( artinya : mulai beristirahat )
  2. Tubuhnya terdiri dari bagian leher hingga lutut dimakamkan dipinggir sungai Cibangka dibawah pohon ‘’kiara reunghas’’ yang kemudian disebut ‘’ Astana Cenggeh ‘’ ( artinya : cabang dua ).
  3. Tangannya yang berupa jari dimakamkan disebuah bukit landai yang kemudian disebut ‘’ Lamping Jati Lima ‘’ ( artinya : Jari Lima ).
  4. Kakinya berupa betis dimakamkan disebuah bukit landai, yang kemudian disebut ‘’ Pasir Ipis ‘’ ( artinya : Tempat mengubur betis ).
  5. Kitab Suci Al-Qur’an yang dibawa kyai terdampar di pesawahan yang kemudian disebut ‘’ Sawah Mulud ‘’ ( sekarang berbentuk daratan ).

Makam-makam Kyai Akramudin tersebut dianggap angker dan keramat oleh Penduduk Sindangsari. Mereka percaya bahwa jika ada orang Lebakwangi bertapa di Astana Cenggeh, sungai Cibangka akan banjir besar hingga makam itu terendam.

B. Kisah ’’Makam Astana Gede ‘’

Disebelah barat daya Desa Sindangsari yakni didekat pemakaman umum , terdapat segerombolan makam yang disebut ‘’ Astana Gede’’ ( makam para pembesar ). Menurut cerita, makam ini adalah makam Demang Jakerti, Demang Kertajaya dan para leluhur sindangsari lainnya.



C. Makam Tiga Pahlawan Revolusi

Didekat kuburang Astana Cenggeh terdapat tiga buah makam berjajar membujur dari Utara ke Selatan. Makam-makam ini adalah pekuburan tiga orang Pejuang Revolusi pada Agresi Belanda ke-2 yakni pada tahun 1947. Ketiga Pejuang tersebut adalah :


  1. Bapak Soja Soemintadipraja ( Ayah Penulis )
  2. Bapak Soeala ( Sahabat ayah penulis )
  3. Bapak Soekarya ( Petugas Kesehatan ciawi )

Mereka ditembak mati di alun-alun oleh ‘’ID’’ ketika tentara Belanda akan menyerbu markas Gerilyawan di Margasari.









BAB IV
SILSILAH PARA KUWU DESA SINDANG SARI
( Tahun 1699 sampai 2012 )


No
Nama
Masa Pemerintahan

Pusat Pemerintahan
1
Demang Jekerti
1699-1738 ( 40th)
Kubangsari
2
Demang Kerti Jaya
1738-1777 ( 40th)
Kubangsari
3
Kuwu Masdian (dari Cicebon Girang)
1977-1816 ( 40th)
Cikadu Kulon
4
Kuwu Kasdian
1816-1855 ( 40th)
Cikadu Kulon
5
Kuwu Sajong
1855-1857 ( 3th )
Cikadu Kulon
6
Kuwu Sajimun alias Candra Diraksa
1857-1924 ( 67th)

Cikadu Kulon
7
Kuwu Suladimta alias Sadian
1944-1930 ( 7th)
Cikadu Kulaon
8
Kuwu Sasmita Atmaja alias Raksadimerta alias Kuwu Hanap
1930-1945
KedemanganWilanagara
9
Kuwu Djais Soemintadierdja
1945-1949 
Sindangsari
10
Kuwu Moh. Sohari
1949-1966
Sindangsari
11
Kuwu D.Djana
1949-1979
Sindangsari
12
Kuwu Ujer Suhartono
1979-1999
Sindangsari
13
Kuwu Tarju al Muhtar
2000-2008
Sindangsari
14
Kuwu T Iya Rusdiana
2008-20..
Sindangsari





BAB V
PENUTUP

Demikian Riwayat singkat ini kami susun agar bisa dijadikan sebagai bahan bacaan bagi generasi muda. Besar harapan kami agar para penerus dapat membangun Desa Sindangsari dengan penuh rasa cinta dan tanggungjawab.

Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan Sejarah terbentuknya Desa Sindangsari.


Wassallam..


RIWAYAT SINGKAT DESA SINDANGSARI
Winangkit Kertining Mukti






(Sumber cerita dari : D.Soemintadiredja)